Samudera Hindia menjadi lokasi persembunyian yang baik bagi pesawat Malaysia Airlines MH370 -- jika benar kapal terbang itu jatuh di sana. Kombinasi cuaca buruk, luasnya laut dan dalamnya air, juga sampah-sampah yang mengambang di sana membuat Boeing 777-200 ER itu sulit ditemukan.
Bahkan hingga menginjak hari ke-21 sejak dinyatakan hilang dalam perjalanan dari Kuala Lumpur- Beijing.
Kalaupun MH370 ditemukan, misteri lain yang harus dijawab adalah, apa yang terjadi dengan pesawat milik maskapai negeri jiran itu? Mengapa ia beralih rute dan akhirnya celaka? Siapa dan apa yang bertanggung jawab?
Hingga kini belum ada bukti, baru sebatas spekulasi. Kini, sebuah firma hukum di Inggris, Stewarts Law mengajukan teori.
Menurut mereka, kobaran api yang merobek dan menghanguskan Boeing 777-200 di Mesir 3 tahun lalu bisa jadi petunjuk terkait nasib hilangnya MH370. Stewarts Law yang telah mendampingi sejumlah kasus kecelakaan udara yakin betul, pesawat milik maskapai negeri jiran celaka setelah terjadi kebakaran -- yang serupa dengan insiden yang terjadi di landasan Bandara Kairo. Di bagian kokpit pesawat.
"Kami meyakini penjelasan sederhana ini, bahwa ada percikan api yang menimbulkan dekompresi yang cepat, dan kemudian mengakibatkan pesawat berbalik dan hilang di suatu titik di Samudera Hindia," kata James Healy-Pratt, pengacara di Stewarts Law yang kebetulan adalah pilot kepada
The Times, seperti
rayens-blog-aplikasi-dan-game.blogspot.com kutip dari
Daily Mail, Jumat (28/3/2014).
Firma hukum itu menganjurkan pada pihak keluarga korban untuk membandingkan insiden MH370 dengan dengan kebakaran yang terjadi di kokpit Boeing 777-200 milik EgyptAir yang membawa 291 penumpang -- saat kapal terbang itu bersiap untuk lepas landas dari Bandara Kairo menuju Jeddah.
Kala itu, kru dan semua penumpang berhasil lolos hidup-hidup, meski 7 orang -- penumpang, staf Egyptair, dan pemadam kebakaran menderita asfiksia atau kondisi kekurangan oksigen pada pernafasan ringan dan harus dilarikan ke rumah sakit.
Apa yang terjadi pada Boeing 777-200 milik EgyptAir berlangsung tiba-tiba. Saat pilot mempersiapkan pesawat untuk lepas landas, kadar oksigen normal, namun 30 menit kemudian kopilot mendengar suara letusan yang diikuti bunyi mendesis dari bawah jendela kokpit sebelah kanan.
Sang kapten berusaha memadamkan api dengan menggunakan alat pemadam kebakaran yang tersedia di kokpit. Namun, kebakaran terlalu besar, bahkan butuh waktu sejam bagi para pemadam untuk mengatasinya.
Penyelidik insiden kecelakaan pesawat Mesir atau Egypt's Aircraft Accident Investigation Central Directorate (EAAICD) merilis laporan investigasi final yang menyebut bahwa api berasal dari dekat tabung oksigen kopilot. Di selang kokpit yang disediakan untuk kru jika terjadi dekompresi.
Salah Pesawat?
Menyusul insiden tersebut, Amerika Serikat memerintahkan operator di sana mengganti sistem tersebut. Belum jelas apakah MH370 mengalami hal yang sama.
"Dalam istilah sederhana, insiden ini bisa menyebabkan aluminium meleleh dalam hitungan detik," kata James Healy-Pratt, kepada The Telegraph.
Jika benar itu yang terjadi, teori Healy-Pratt dan firmanya bisa menepis dugaan sabotase, terorisme, atau bunuh diri pilot. "Kami yakin, pada waktunya, awak pesawat akan dianggap sebagai pahlawan, bukan penjahat. Kami berharap kotak hitam akan ditemukan untuk mencegah agar kejadian serupa tak terjadi lagi, agar tak ada nyawa yang melayang," tambah dia. Atau dengan kata lain, ada dugaan faktor teknis dalam musibah MH370.
Dugaan terjadi kebakaran pada kokpit juga didukung oleh by Chris Goodfellow, pilot Kanada yang punya pengalaman 20 tahun terbang. Ia menyebut sang kapten MH370 Zaharie Ahmad Shah sebagai pahlawan, bukan pembajak.
Dia menegaskan satu-satunya skenario yang masuk akal adalah bahwa kebakaran terjadi di pesawat dan Zaharie melakukan persis apa yang harus dia lakukan dalam keadaan darurat: mendaratkan pesawat secepat mungkin.
Yang paling mungkin adalah di Langkawi, lokasi ke mana pesawat itu menuju saat dilacak untuk terakhir kalinya.
Namun, Goodfellow percaya kru dan semua orang di dalamnya tak sadarkan diri atau bahkan tewas. Lalu, kapal terbang itu terus mengangkasa menjadi 'pesawat hantu' selama berjam-jam.
Tapi, pilot Egyptair saat insiden kebakaran terjadi, Shaheer Magdy Abdel Sayyed berpendapat, apa yang terjadi pada MH370 dengan apa yang pernah ia alami sangat berbeda.
"Insiden pada pesawat saya terjadi ketika masih di darat. Jika masalah yang sama terjadi saat pesawat terbang -- itu tidak akan berlangsung terlalu lama -- sebelum akhirnya jatuh," katab dia, seperti dilaporkan Telegraph. "Kami saat itu sangat beruntung, karena kejadian tersebut terjadi di darat."
Awal bulan ini, Federation Aviation Authority (FAA) memerintahkan maskapai penerbangan untuk memperbaiki cacat fatal pada sejumlah Boeing 777 -- yang bisa mengakibatkan tekanan kabin menurut drastis atau bahkan pecah karena retak atau korosi pada badan pesawat .
Sementara, pihak berwenang Malaysia menegaskan pesawat dalam kondisi prima dan terus mendapat perawatan semestinya.